WAMI Indonesia berdiri sebagai benteng terakhir para pencipta lagu dan penerbit musik di Tanah Air. Dengan lebih dari 5.000 anggota, organisasi ini menjadi pengelola hak cipta yang memastikan setiap karya musik yang digunakan di tempat umum bernilai komersial mendapatkan perlindungan dan kompensasi layak.
Sebagai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) nirlaba, WAMI bekerja di bawah payung Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk memberikan lisensi resmi kepada pelaku usaha, event organizer, hingga penyelenggara acara pernikahan yang memutar atau menampilkan musik.
Perjalanan Panjang WAMI Indonesia di Industri Musik
WAMI lahir pada 15 September 2006 sebagai perseroan terbatas bentukan beberapa penerbit musik ternama. Awalnya, ia hadir sebagai alternatif dari LMK yang sudah ada.
Namun, perubahan besar terjadi pada 17 April 2015 ketika Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur bahwa LMK harus berbadan hukum nirlaba.
Sejak 1 Agustus 2015, WAMI resmi beroperasi sebagai perkumpulan dengan semangat baru: membangun ekosistem musik yang sehat dan berkelanjutan, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga melalui kemitraan dengan lebih dari 60 Collective Management Organization (CMO) internasional.
Visi dan Misi yang Menyentuh Hati Musisi
WAMI mengusung nilai KITA: Kredibilitas, Integritas, Transparansi, dan Akuntabilitas. Nilai ini bukan sekadar jargon, tetapi menjadi dasar dalam setiap langkah mereka.
- Visi: Menjadi LMK terdepan yang memadukan transparansi, akurasi, dan akuntabilitas, menjalin kolaborasi dengan lembaga nasional maupun internasional.
- Misi:
- Mengedepankan kesejahteraan anggota secara adil dan proporsional.
- Menjalankan tata kelola sesuai standar internasional.
- Membangun sistem distribusi royalti yang transparan dan akurat.
- Mengembangkan teknologi informasi pengelolaan hak cipta yang diakui global.
Bagaimana WAMI Mengelola Royalti Musik
Setiap kali lagu digunakan di acara publik, mulai dari konser, kafe, pusat perbelanjaan, hingga pesta pernikahan WAMI memungut royalti dari penyelenggara. Dana ini kemudian disalurkan ke LMKN, yang selanjutnya membagikan kepada LMK lain dan pencipta lagu terkait.
Sistem ini memastikan bahwa hak para musisi tidak diabaikan, bahkan ketika karyanya dimainkan di acara tanpa tiket sekalipun. WAMI juga bekerja sama dengan LMK internasional agar pencipta lagu Indonesia mendapat haknya di luar negeri, dan sebaliknya.
Menghadapi Tantangan Kesadaran Publik
Salah satu tantangan terbesar WAMI adalah edukasi publik. Banyak orang belum memahami bahwa memutar lagu di ruang publik tanpa izin adalah pelanggaran hak cipta.
“Musik adalah karya yang lahir dari hati dan pikiran, bukan sekadar hiburan gratis. Membayar royalti berarti menghargai kerja keras pencipta,” ungkap Robert Mulyarahardja, Head of Corporate Communications & Membership WAMI.
WAMI kini gencar melakukan sosialisasi, termasuk menjelaskan bahwa acara pernikahan, meski privat, tetap dikategorikan sebagai pertunjukan publik bila melibatkan musik.
Dampak Nyata Bagi Musisi Indonesia
Dengan sistem royalti yang rapi, banyak musisi dapat terus berkarya tanpa khawatir karyanya digunakan secara ilegal. Uang royalti menjadi sumber penghasilan yang menopang kehidupan mereka, terutama di era digital ketika penjualan fisik musik menurun.
Kerja sama WAMI dengan jaringan internasional seperti CISAC membuka peluang bagi musisi Indonesia untuk diakui di panggung dunia, sekaligus menerima royalti dari luar negeri.
WAMI bukan hanya organisasi pengelola hak cipta, tetapi juga garda terdepan yang memastikan keadilan dan keberlanjutan industri musik Indonesia.
Melalui sistem yang transparan, kerja sama global, dan nilai integritas yang kuat, WAMI membantu menciptakan ekosistem musik yang sehat, adil, dan menghargai kreativitas.
Dengan dukungan semua pihak musisi, pelaku industri, dan masyarakat, visi WAMI untuk menjadikan musik sebagai karya yang dihargai, bukan hanya dinikmati, bisa terwujud.






