Apa yang terjadi, siapa pendirinya, kapan dimulai, di mana berkembang, kenapa bisa sebesar ini, dan bagaimana bisa bertahan?
Perjalanan FDR Indonesia, Komunitas Radio yang Tetap Eksis di Era Digital, dimulai dari sebuah diskusi kecil penuh keresahan pada 17 November 2007, ketika empat penggiat radio—Harley Prayudha, Herru Soleh, Bonny Prasetya, dan Agung Prasetyo—memutuskan untuk menyatukan semangat mereka dalam sebuah wadah yang kini dikenal sebagai Forum Diskusi Radio (FDR) Indonesia.
Meski dunia radio terus berubah dan menghadapi tantangan dari era digital, komunitas ini tetap konsisten menjaga denyut industri radio tetap hidup, melalui diskusi daring, kegiatan swadaya, hingga pertemuan rutin tahunan bertajuk FDR Summit yang telah digelar di berbagai kota di Indonesia.
Awalnya Perjalanan FDR Indonesia, Cuma Obrolan, Kini Jadi Gerakan Nasional
Segalanya bermula dari keresahan. Radio mulai kehilangan pendengarnya, iklan turun, dan tenaga kerjanya makin langka. Empat orang tadi lalu membentuk diskusi di milis Yahoo Group—tempat yang kini terdengar jadul, tapi dulu jadi markas kreativitas.
Diskusinya gak main-main. Dari SDM, program siaran, promosi, sampai urusan teknis dan keuangan dibedah habis. Mereka saling berbagi ilmu, saling support, dan bikin dunia radio jadi hidup lagi.

Bukan Komunitas Biasa: Swadaya dan Solid Tanpa Drama
Yang bikin FDR Indonesia beda dari komunitas lain adalah semangat swadayanya. Semua kegiatan—dari seminar, summit, sampai ngopi bareng—biayanya ditanggung sendiri oleh peserta. Bahkan pembicara pun gak dibayar. Mereka datang karena cinta. Meski kadang ada sponsor, tapi prinsip dasarnya tetap: radio dulu, cuan belakangan.
FDR Summit: Ajang Kopdar Para Pecinta Radio
Setiap tahun, FDR Indonesia rutin ngadain FDR Summit. Tempatnya pindah-pindah, dari kota ke kota. Tujuannya? Biar diskusi radio gak monoton, dan supaya komunitas lokal juga bisa tumbuh. Ini daftar perjalanan summmit mereka dari awal hingga sekarang:
- FDR 1 (2008): Yogyakarta
- FDR 2 (2009): Surabaya
- FDR 3 (2010): Bandung
- FDR 4 (2011): Bogor
- FDR 5 (2012): Semarang
- FDR 6 (2013): Solo
- FDR 7 (2014): Batu
- FDR 8 (2015): Bali
- FDR 9 (2016): Pekanbaru
- FDR 10 (2017): Jakarta
- FDR 11 (2018): Banyuwangi
- FDR 12 (2019): Padang
- FDR 13 (2020): Online (era pandemi)
- FDR 14 (2021): Online lagi
- FDR 15 (2022): Salatiga
- FDR 16 (2023): Balikpapan
- FDR 17 (2024): Malang
- FDR 18 (2025): Jakarta (plan)
FDR Indonesia, Tempat Belajar dan Berbagi untuk Semua
FDR bukan cuma buat penyiar. Banyak yang gabung dari berbagai profesi: teknisi, produser, mahasiswa, bahkan orang agency periklanan. Semua bisa diskusi di sini. Nggak ada senioritas, nggak ada bintang utama. Yang ada cuma semangat untuk bikin radio tetap relevan.
Radio Belum Mati, Tapi Perlu Diselamatkan
Menurut banyak anggota FDR, radio gak akan mati. Tapi dia harus berubah. Di sinilah FDR hadir: sebagai tempat bertanya, berbagi, dan saling dorong untuk tetap inovatif. Mereka percaya, di balik layar frekuensi itu masih banyak potensi yang belum digarap—podcast, live streaming, media sosial, dan sinergi dengan konten digital lain.






