Kemiskinan Digital dan Tantangan Industri Radio di Indonesia

- Publisher

Rabu, 2 Juli 2025 - 00:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kemiskinan Digital dan Tantangan Industri Radio di Indonesia

Kemiskinan Digital dan Tantangan Industri Radio di Indonesia

Kemiskinan digital menjadi tantangan nyata di tengah gempuran transformasi teknologi yang seolah menyatukan dunia.

Meski konektivitas internet kian meluas, jutaan warga Indonesia masih hidup di luar jangkauan digital. Ketimpangan ini bukan hanya soal sinyal, tetapi juga menyangkut akses perangkat, literasi digital, dan peluang ekonomi yang tak merata.

Ketimpangan Akses Internet Masih Menganga

Data dari BPS (2023) mencatat bahwa hanya 78 dari 100 rumah tangga (RT) di Indonesia yang memiliki akses internet.

Ketimpangan semakin terlihat antara kota besar dan wilayah tertinggal: 92% RT di Jakarta sudah terhubung internet, sementara di Papua hanya 33%.

Bahkan dari yang terhubung, belum semua memiliki perangkat memadai atau kemampuan untuk memanfaatkannya secara optimal.

Hootsuite dan We Are Social (2025) juga mencatat bahwa dari sekitar 275 juta penduduk Indonesia, hanya 212 juta yang aktif online. Ini artinya, lebih dari 60 juta orang masih “terputus” dari dunia digital.

Dampak Langsung ke Industri Media, Termasuk Radio

Baca Juga :  Elegi Industri Radio : Dari Telinga ke Telinga, dan Sekarang ke Mana?

Di tengah upaya digitalisasi, industri media radio di Indonesia menghadapi tantangan besar. Meski banyak stasiun telah merambah ke streaming, podcast, dan aplikasi seperti NOICE, Spotify, hingga YouTube, kenyataannya tidak semua masyarakat mampu mengakses layanan tersebut.

Survei PD PRSSNI Jawa Barat (2025) mengungkap bahwa:

  • 63% responden masih mendengarkan radio
  • 56% mendengarkan melalui radio analog
  • 21% melalui aplikasi streaming radio
  • 18% lewat platform seperti Spotify
  • 5% melalui media sosial

Artinya, sebagian besar masyarakat masih mengandalkan radio analog, terutama di wilayah dengan keterbatasan sinyal dan perangkat.

Radio Analog: Masih Relevan di Tengah Digitalisasi

Banyak yang mengira radio telah kehilangan pamornya. Namun data di atas menunjukkan bahwa radio tetap relevan, khususnya bagi mereka yang belum tersentuh infrastruktur digital. Dalam konteks kemiskinan digital, radio menjadi media yang inklusif—menyentuh berbagai lapisan masyarakat tanpa batasan perangkat atau kuota data.

Dua Arah Strategi Bagi Radio di Indonesia:

  1. Mempertahankan loyalitas pendengar analog, dengan konten yang lokal, aktual, dan humanis.
  2. Mengembangkan distribusi digital, melalui platform audio interaktif dan edukatif seperti NOICE.

NOICE dan Jalan Tengah Digitalisasi Radio

Platform lokal seperti NOICE dapat menjadi jembatan penting antara dunia analog dan digital. NOICE menawarkan tidak hanya siaran ulang, tetapi juga:

  • Kolaborasi dengan kreator lokal
  • Produksi konten eksklusif
  • Integrasi media sosial
  • Ruang promosi komunitas dan edukasi digital
Baca Juga :  Radex Mei 2025: Iklan Radio Turun, Digital Naik Daun

Dengan pendekatan ini, radio tidak hanya hadir sebagai sumber hiburan, tapi juga sebagai agen perubahan sosial dan pemberdayaan masyarakat.

Radio: Penghubung Dunia Analog dan Digital

Radio memiliki kekuatan unik sebagai:

  • Penghubung informasi untuk yang belum online dan digital native
  • Wadah edukasi teknologi melalui program literasi digital
  • Platform pemberdayaan komunitas lokal, menyuarakan isu daerah yang tak terjangkau media arus utama

Siapa yang Tak Boleh Tertinggal?

Kemiskinan digital bukan hanya tentang tidak adanya sinyal, melainkan tentang hilangnya hak dasar: informasi, pendidikan, dan partisipasi sosial. Bagi industri radio, ini adalah momentum untuk membuktikan bahwa mereka tidak hanya bicara kepada yang terhubung, tapi juga kepada mereka yang nyaris tak terdengar.

Dengan strategi dual-mode: memperkuat analog dan memperluas digital, radio bisa menjadi satu-satunya media yang inklusif di era digital. Karena dalam era konektivitas, yang terpenting bukan hanya siapa yang online—tetapi siapa yang tidak boleh ditinggalkan.

Daftar Pustaka:

Badan Pusat Statistik (BPS), 2023. Statistik Telekomunikasi Indonesia 2023. https://bps.go.id

DataReportal, 2025. Digital 2025: Indonesia. Hootsuite & We Are Social. https://datareportal.com/reports/digital-2025-indonesia

Sampean, 2025. “Kemiskinan Digital,” Kompas, 1 Juli 2025, halaman Opini.

World Bank, 2021. World Development Report: Digital Dividends. https://www.worldbank.org

PD PRSSNI Jawa Barat, 2025. Survei Pendengar Radio Jawa Barat 2025.

NOICE, 2024. Platform Audio Lokal Indonesia. https://noice.id


Berita Terkait

5 Alasan Kenapa Adobe Audition Cocok untuk Pemula dan Profesional
Cara Radio Menemukan Kembali Jiwanya: Dari Frekuensi Hati ke Generasi Digital
Pemimpin Rendah Hati di Era Media yang Bising
Elegi Industri Radio : Dari Telinga ke Telinga, dan Sekarang ke Mana?
18 Tahun FDR Indonesia: Suara yang Tak Pernah Padam
Penyiar Legendaris Radio 90an dengan Jenis Suara yang Ikonik
Program Telepon Masuk Radio di Tahun 80–90an Yang Melekat di Hati
Cara Mix Lagu Jadi Playlist Radio yang Enak Didengar

Berita Terkait

Kamis, 11 September 2025 - 19:47 WIB

5 Alasan Kenapa Adobe Audition Cocok untuk Pemula dan Profesional

Kamis, 4 September 2025 - 05:55 WIB

Cara Radio Menemukan Kembali Jiwanya: Dari Frekuensi Hati ke Generasi Digital

Senin, 25 Agustus 2025 - 09:29 WIB

Pemimpin Rendah Hati di Era Media yang Bising

Senin, 25 Agustus 2025 - 00:53 WIB

Elegi Industri Radio : Dari Telinga ke Telinga, dan Sekarang ke Mana?

Jumat, 22 Agustus 2025 - 01:41 WIB

18 Tahun FDR Indonesia: Suara yang Tak Pernah Padam

Berita Terbaru

Forum akbar yang digelar FDR Indonesia bersama PD PRSSNI DKI Jakarta ini membawa semangat baru: Radio is Not Just a Vibe, It’s a Business.

News

Cara Mendaftar di FDR Summit 18 Jakarta 2025

Senin, 22 Sep 2025 - 08:45 WIB